Oleh : Yusuf Amri
Indonesia merupakan negara yang
memiliki banyak sekali potensi untuk menjadi negara maju. Ketersediaan
sumberdaya alam yang melimpah terbentang dari ujung barat hingga ujung timur
negeri. Wilayah yang didominasi oleh perairan laut menjadikan Indonesia bukan
hanya kaya didarat tetapi juga dilaut. Keadaan ini didukung dengan adanya
jumlah penduduk yang sangat banyak yaitu mencapai 237 juta jiwa pada tahun 2010
(BPS, 2013). Jumlah penduduk sebanyak ini menjadikan Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia.
Sayangnya jumlah penduduk yang
sangat tinggi secara kuantitas belum diikuti dengan kualitas yang baik. Pemerintah
tentu saja harus bekerja ekstra keras untuk mengelola jumlah penduduk sebanyak
ini. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah sebagai pengampu
kebijakan untuk lebih tepat dalam
mengambil keputusan terkait pengelolaan
penduduk.
Jumlah penduduk yang sangat banyak harus dikendalikan dan dikontrol secara baik
agar tidak timbul permasalahan besar yang dapat mengancam perjalanan sebuah
negara untuk maju.
Gambar 1. Penduduk Indonesia
terus bertambah
(Sumber gambar : www.cnn.com)
Pemerintah
masih sulit untuk menentukan langkah yang lebih baik karena adanya beberapa
kendala. Salah satu kendala terbesar Indonesia dalam menangani masalah
kependudukan adalah keterbatasan data terutama data penduduk diwilayah
pinggiran dan kualitas data yang tersedia masih kurang akurat. Permasalahan
terkait data penduduk ini sudah menjadi “kisah lama” bagi Indonesia. Sebagai
contoh adalah data jumlah kematian kasar, migrasi, dan jumlah penduduk miskin. Salah satu
contoh nyata dampak dari data yang tidak akurat adalah saat pemilihan umum
ditemukan kasus satu orang yang memiliki hak pilih di dua tempat berbeda dalam
satu waktu. Artinya ada satu penduduk yang tercatat di dua wilayah berbeda pada
saat yang bersamaan. Contoh lain adalah terjadi kebingungan saat pemerintah
hendak membuat kebijakan untuk masyarakat miskin sebab data jumlah penduduk
miskin kurang akurat.
Oleh
karena itu maka perlu adanya langkah khusus untuk memperbaiki kualitas data
kependudukan. Data kependudukan antara satu instansi dengan instansi lain harus
sama dan tidak boleh berbeda karena ini sangat penting. Sinkronisasi data
antarlembaga yang berkepentingan dalam bidang kependudukan mesti dilakukan
sehingga dapat bersinergi dalam upaya mengatasi permasalahan kependudukan.
Tujuannya jelas yaitu untuk memudahkan dalam menentukan kebijakan kependudukan
sehingga lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Kondisi
kependudukan di Indonesia mengalami berbagai perubahan secara cepat sebagaimana
dialami oleh negara – negara lain didunia. Kondisi kependudukan sangat cepat
berubah seiring berjalannya waktu sebab penduduk adalah objek yang selalu
bergerak baik secara vertikal
maupun horizontal. Dalam teori demografi dikenal sebagai istilah migrasi vertikal dan migrasi horizontal.Pergerakan penduduk yang serba cepat dan dinamis dapat
menjadi kendala dalam upaya untuk monitoring
data penduduk. Dibutuhkan sebuah sistem yang sesuai untuk mendapatkan data
penduduk yang lebih akurat.
Di Indonesia sebenarnya sudah mulai dibangun sistem yang
bagus melalui program e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk elektronik. Sistem ini
dibuat dengan ide cemerlang yaitu memantau perubahan data kependudukan secara online. Akan tetapi sejauh ini belum
mampu dimaksimalkan karena kendala tertentu. Diharapkan nanti dimasa yang akan
datang data kependudukan dapat update
secara otomatis dalam satu data base
secara nasional. Berikutnya dapat diketahui secara akurat berapa jumlah
penduduk, angka kelahiran, kematian, dan migrasi.
Gambar 2. Program KTP
elektronik di Indonesia
(Sumber gambar : http://riaumandiri.co/read/detail/7633/)
Jika melihat data jumlah kepadatan penduduk di Indonesia
secara umum tentu tidak terlalu tinggi. Menurut data BPS (2013) kepadatan
penduduk di Indonesia sekitar 130 jiwa/km2. Angka tersebut merupakan
asumsi kasar. Apabila dipetakan menurut pulau maka akan terlihat lebih jelas
lagi. Perhatikan peta berikut:
Berdasarkan peta diatas terlihat bahwa kepadatan penduduk
paling tinggi berada di Pulau Jawa. Tahun 2015 sekitar56,8% penduduk Indonesia
memadati Pulau Jawa (BPS,2013).Padahal Pulau Jawa bukan wilayah darat paling
luas di Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia memilih tinggal di Pulau
Jawa
karena beberapa alasan. Diantaranya Pulau
Jawa adalah tempat keberadaan Ibu Kota Negara, yaitu Jakarta sebagai pusat
pemerintahan nasional. Kemudian, Pulau Jawa juga sebagai penghasil beras
terbesar di Indonesia karena secara ekologis tanah di Jawa sangat subur
sehingga sangat cocok untuk tanaman padi/palawija. Selain itu akses terhadap
fasilitas publik di Jawa jauh lebih baik dibanding wilayah diluar Jawa.
Misalnya jalan aspal, rumah sakit, gedung sekolah, jaringan listrik,
ketersediaan bahan bakar minyak, dan lain-lain.
Tabel 1. Jumlah Penduduk
Indonesia Menurut Region
Tahun
|
Jumlah Penduduk (juta jiwa)
|
Jumlah
|
|
Jawa
|
Luar Jawa
|
||
1905
|
30,4
(76%)
|
9,7
(24%)
|
40,1
|
1920
|
35,0
(71%)
|
14,2
(29%)
|
49,2
|
1930
|
41,7
(69%)
|
18,7
(31%)
|
60,4
|
Sumber : Meel H.d. (1951)
Berdasarkan
tabel 1 terlihat bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa
lebih banyak dari wilayah luar Jawa. Tahun 1905 tercatat sebanyak 30,4 juta
jiwa (76%) penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa. Tahun 1920 jumlahnya
meningkat menjadi 35,0 juta jiwa (71%) dan tahun 1930 kembali meningkat menjadi
41,7 juta jiwa (69%). Jumlah penduduk di Pulau Jawa akan terus bertambah
seiring dengan berjalannya waktu. Distribusi penduduk yang tidak merata di setiap
wilayah menimbulkan permasalahan lain. Tenaga kerja cenderung lebih banyak
terkonsentrasi di Pulau Jawa. Tidak heran apabila terjadi ketimpangan pembangunan baik secara
fisik wilayah maupun pembangunan sumberdaya manusia di Jawa dan diluar Jawa.
Salah satu solusi untuk mengatasi distribusi penduduk
yang tidak merata adalah dengan program transmigrasi. Penduduk yang ada di
Pulau Jawa dipindahkan ke luar Jawa. Kepadatan penduduk di Pulau Jawa
sebenarnya sudah diprediksi oleh Pemerintah kolonial Belanda. Bahkan mereka
pernah menjalankan program transmigrasi dengan memindahkan penduduk dari Jawa
ke luar Jawa sebagai tenaga kerja dibidang perkebunan. Program tersebut
ternyata belum berhasil sebab kurang memperhatikan faktor fisik wilayah seperti
tata guna lahan dan bencana banjir (Mantra I.B, Harahap N,
2000:290). Redistribusi penduduk
mutlak diperlukan agar tekanan penduduk terhadap lahan di Pulau Jawa dapat
dikurangi. Apabila tekanan penduduk terhadap lahan (utamanya lahan pertanian
produktif) di Pulau Jawa tidak dikurangi maka dapat mengancam produksi pangan.
Gambar 3. Tekanan Penduduk
terhadap lahan pertanian semakin tinggi
(Sumber gambar: http://www.thejakartapost.com/news/2015/05/26/land-conversion.html)
Sebagus apapun program kependudukan yang direncanakan
oleh pemerintah tetap akan sulit dan kurang efektif untuk dijalankan apabila
tidak diimbangi dengan sumberdaya manusia yang berkualitas. Artinya perlu
adanya edukasi dan sosialisasi lebih dalam untuk masyarakat kalangan bawah
sehingga mampu memahami dan menerima dengan baik program kependudukan dari
pemerintah. Sebagai contoh program Keluarga Berencana. Program ini sempat
menuai pro dan kontra di tengah masyarakat padahal sebenarnya program ini
adalah bagian dari upaya pembangunan sumberdaya manusia yang lebih baik dan
untuk meningkatkan keesejahteraan masyarakat itu sendiri. Keberhasilan sebuah
program harus diikuti dengan partisipasi aktif dari setiap lapisan masyarakat.
Indonesia dengan semua keragaman suku dan etnisnya, menjadikan negara ini sangat menarik
dari sisi demografi. Setiap pulau dan wilayah memiliki ciri khas masing-masing
sehingga menampakkan keunikan. Perbedaan struktur penduduk dan kondisi
demografi setiap wilayah di Indonesia tidak lepas dari pengaruh adat dan budaya
setempat.
Gambar 4. Masyarakat Bali
(Sumber gambar : http://www.exoticofbali.com/2015/06/19/balinese-people/)
Referensi:
Badan
Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010-2035.
Jakarta: BPS Press.
Jakarta: BPS Press.
Mantra,
I.B., & Harahap, N. 2000. Kebijakan Redistribusi Penduduk Di Indonesia Dari
Waktu
ke Waktu. Simposium Nasional Pokok-Pokok Masalah Kebijakan
Mobilitas
Penduduk, Urbanisasi, dan Transmigrasi (hal:290).Jakarta:
Kementerian
Transmigrasi dan Kependudukan; Lembaga Demografi UI; UNFPA
Meel H.d. 1951. Demographic Dillema in Indonesia. Pacific
Affairs, Vol. 24, No. 3
(Sep.,1951), pp. 266-283.
(Sep.,1951), pp. 266-283.
Yusuf Amri,
Yogyakarta, 24 Februari 2016
Artikel ini ditulis dalam rangka
Program Motivator Muda Kependudukan
BKKBN Pusat 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar